AMALOPU GANDONG
Amakele Lorimalahitu - Lopurisa
Uritalai
Amakele Lorimalahitu ee . . . . . zaman dulu diwaktu Datuk
moyang ee . .
Merupakan satu kampung yang kecil . . . di pedalaman pulau Seram . . . ee . .
Menurut tuturan . . . moyang tua-tua . . . sudah jadi satu peristiwa . .
Jadi satu . . . satu keluarga . . . Dua basudara . . . buatkan gosepa . .
Lalu lari tinggal Amakele . . . sio sayang ee . .
Moyang Kakerisa . . . dan moyang Corputty . . . tinggal anyo-anyo, arus bawa ee . .
Ombak pukul ee . . . terdampar dipinggir pantai . . . pinggir pantai . . . Lopurisa ee . .
Kakerisa . . . ganti nama . . . jadi Maspaitella . . . Corputty ganti jadi Talahatu . .
Satu nama baru, sekarang berpancaran, turun-temurun jadi Lopurisa . .
Inilah . . . jalannya sejarah . . . hubungan Gandong . . . Amakele-Lopurisa . .
Rumahkay-Rutong . . . bukan lagi Pela . . . tapi jadi Gandong . . . Adik-Kakak . .
Merupakan satu kampung yang kecil . . . di pedalaman pulau Seram . . . ee . .
Menurut tuturan . . . moyang tua-tua . . . sudah jadi satu peristiwa . .
Jadi satu . . . satu keluarga . . . Dua basudara . . . buatkan gosepa . .
Lalu lari tinggal Amakele . . . sio sayang ee . .
Moyang Kakerisa . . . dan moyang Corputty . . . tinggal anyo-anyo, arus bawa ee . .
Ombak pukul ee . . . terdampar dipinggir pantai . . . pinggir pantai . . . Lopurisa ee . .
Kakerisa . . . ganti nama . . . jadi Maspaitella . . . Corputty ganti jadi Talahatu . .
Satu nama baru, sekarang berpancaran, turun-temurun jadi Lopurisa . .
Inilah . . . jalannya sejarah . . . hubungan Gandong . . . Amakele-Lopurisa . .
Rumahkay-Rutong . . . bukan lagi Pela . . . tapi jadi Gandong . . . Adik-Kakak . .
Sungguh manise . . . su talalu
manise . .
Hidup Gandong Adik-Kakak . . . su talalu manise . .
Hidup Gandong Adik-Kakak . . . su talalu manise . .
(kapata atau lagu yang menceritakan hubungan
gandong AMALOPU)
Negeri Rumahkay
(Amakele
Lorimalahitu) memiliki
ikatan persaudaraan (GANDONG) dengan Negeri Rutong (Lopurisa Uritalai) di pulau Ambon. Menurut penuturan dari orang tua-tua adanya hubungan Gandong
dengan Negeri Rutong itu sebagai berikut :
Awal mula Datuk Corputty, Kakerissa dan
Atapary tiba dinegeri Rutong
Pada saman
dahulu dua orang basudara yaitu moyang Corputty dan moyang Kakerisa membuat
pelanggaran adat yang sangat fatal, yang mana ancaman hukumannya adalah hukum
pancung. Karena takut atas ancaman hukuman tersebut, ke dau moyang tersebut bermufakat untuk lari
meninggalkan negeri AMANHATUA (Negeri Lama). Setelah sepakat mereka berdua pergi ke dusun wai-yoho dan kemudian membuat gosepa (rakit) dari gaba-gaba,
sebagai tiang layar mereka lalu memotong tiang dari pohon mange-mange. Sebatang buluh di ambil untuk dijadikan
galah, lalu membuat panggayo dari waa (kulit atau bagian luar
dari pohon sagu yang isi batangnya sudah
diambil untuk dibuat tepung sagu). Untuk perbekalan dibawanya sagu molat
dan sagu tuni, lalu dinaikkan sebuah batu untuk dijadikan sauh.
Pada saat mereka membuat gosepa
datanglah seorang anak (Atapary) menjumpai mereka, karena takut jangan sampai Atapary mengatakan hal rencana pelarian mereka kepada rakyat yang lain, mereka lalau membujuk Moyang Atapary untuk ikut pergi
bersama mereka. Karena bujukan ini moyang Atapary pun ikut berlayar pergi bersama mereka. setelah gosepa siap mereka pun berangkat tanpa tujuan yang pasti. diaatas gosepa Moyang Kakerissa
yang memegang kemudi, MoyangCorputty yang dihaluan sedangkan Moyang
Atapary yang masih anak – anak tinggal duduk di gosepa saja.
Hari
demi hari pun berlalu ketiga Moyang tersebut tinggal any-anyo di terpa panas siang hari dan dinginnya malam, tanpa ada tujuan
yang pasti kemana mereka harus berlabuh. Sampai satu hari mereka terdampar dan singga di pantai negeri Rutong lalu Moyang Corputty berkata kepada Moyang Kakerisa :
“MAE LO RUA KA TELLA URETE”(mari kita dua singgah ke darat). “MAE KA TELLA” dari kalimat ini maka Moyang Kakerisa mengganti nama menjadi MASPAITELLA, dan kemudian menurunkan mata ruma MASPAITELA sampai sekarang. Setelah gosepa sampai ke air dangkal Moyang Kakerissa berkata kepada Moyang Corputty: “TALA HATU NA” (Tendang batu itu), dari kalimat ini maka Corputty berganti nama menjadi TALAHATU, dan menurunkan mata Ruma TALAHATU sampai sekarang. Atapary lalu berganti nama menjadi Telapary, dan selanjtnya menurunkan mata rumah Telapary di Rutong. Lalu Moyang Corputty dan Moyang Kakerissa tiba dekat SAPALOA (air minum sisa) yaitu pelabuhan dari keluarga Lessy Titanusahuhung, mereka disambut oleh Moyang Lessy. Mereka ber-galah masuk ke pelabuhan dimuara sungai Waihula (air laki-laki). lalu Datuk Lessy berkata: “mae Upu ka rutui” (mari bapak katong berkumpul) Pada saat penyambutan para Moyang dari ke dua Negeri saling memberikan pinang dan siri untuk dimakan yang diberikan lewat ujung parang. Adapun tempat mereka berkumpul dibuat tumpukan batu yang bernama Hatu Rutui (artinya: tumpukan batu), lalu kata Rutui ini berubah menjadi Rutong hingga saat ini. Ditempat mereka berkumpul. Parang perang mereka dipotong pada pohon kedondong itulah arti kata dari Lopurisa Uritalai.
“MAE LO RUA KA TELLA URETE”(mari kita dua singgah ke darat). “MAE KA TELLA” dari kalimat ini maka Moyang Kakerisa mengganti nama menjadi MASPAITELLA, dan kemudian menurunkan mata ruma MASPAITELA sampai sekarang. Setelah gosepa sampai ke air dangkal Moyang Kakerissa berkata kepada Moyang Corputty: “TALA HATU NA” (Tendang batu itu), dari kalimat ini maka Corputty berganti nama menjadi TALAHATU, dan menurunkan mata Ruma TALAHATU sampai sekarang. Atapary lalu berganti nama menjadi Telapary, dan selanjtnya menurunkan mata rumah Telapary di Rutong. Lalu Moyang Corputty dan Moyang Kakerissa tiba dekat SAPALOA (air minum sisa) yaitu pelabuhan dari keluarga Lessy Titanusahuhung, mereka disambut oleh Moyang Lessy. Mereka ber-galah masuk ke pelabuhan dimuara sungai Waihula (air laki-laki). lalu Datuk Lessy berkata: “mae Upu ka rutui” (mari bapak katong berkumpul) Pada saat penyambutan para Moyang dari ke dua Negeri saling memberikan pinang dan siri untuk dimakan yang diberikan lewat ujung parang. Adapun tempat mereka berkumpul dibuat tumpukan batu yang bernama Hatu Rutui (artinya: tumpukan batu), lalu kata Rutui ini berubah menjadi Rutong hingga saat ini. Ditempat mereka berkumpul. Parang perang mereka dipotong pada pohon kedondong itulah arti kata dari Lopurisa Uritalai.
proses pelepasan gandong adik untuk balik ke Rutong setelah melakukan pekerjaan bersama penyusunan batu bata Gereja Baru Rumahkay (Gereja Sion) Rumahkay 21 Juli 2012
Selanjutnya Moyang dari negeri Rumahkay
(Amakele Lorimalahitu) turun dari gosepa, mencabut tiang layarnya. dan
menancapkan tiang layar tersebut dimuara sungai Waihula, kemudian tiang
layar tersebut tumbuh menjadi pohon Mange-mange Kulitlawang, bambu yang dipakai untuk gala yang di buang kemudian tumbuh dan seiring berjalannya waktu, maka sekarang telah menjadi hutan bambu, Setelah itu Moyang Corputty dan Moyang Kakerissa
menanam anak-anak pohon sagu yang dibawa dari negeri Rumahkay
pada sekitar muara sungai Waihula dan sekitar muara sungai Ririnita
(air perempuan) dan tumbuh menjadi hutan sagu sampai sekarang. Setelah
Moyang Lessy bermusyawarah dengan
Moyang Kakerissa, Corputty dan Atapary
di ‘Hatu rutui’ (tempat musyawarah) yakni di pesisir pantai Rutung, barulah
mereka diantar ke Baileu negeri dengan
disambut Cakalele oleh masyarakat Negeri Rutong. Kala itu masyarakat Rutong
sudah menempati Negeri yang kedua di Amabuasa.
SEJARAH PENEMUAN IKATAN HUBUNGAN
GANDONG
Pada tahun 1898 terjadilah gempa bumi dipulau Seram,
pusat gempa terletak dilaut teluk Elpaputih dimuka negeri Amahei.
Beberapa saat setelah malapetaka yang menimpa negeri Elpaputih itu.
timbul ketegangan antara negeri Latu dengan negeri Rumahkay hal ini disebabkan karena permasalahan tanah perbatasan.
Penduduk negeri Latu lalu meminta bantuan dari negeri Aboru dan
negeri Sumeit, untuk membantu mereka dalam perang melawan Negeri Rumahkay.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan Raja negeri Rumahkay saat itu Pati Corinus
Hallapiry, beliau berangkat ke Saparua untuk menemui wedana
(controleur) dan meminta supaya memerintahkan orang-orang Aboru kembali
kenegerinya di Haruku. Namun sebelum permintaan tersebut terlaksana,
perang terbuka telah pecah! Pertempuran dimenangkan oleh negeri Rumahkay.
Akhirnya Pati Corinus Hallapiry dijatuhi hukuman pengasingan keluar
daerah Maluku yaitu Manado. Sebagian penduduk negeri Rumahkay
beserta kepala soa Bp.Melkias Akerina ditahan Belanda di Saparua,
disiksa dan dipaksa bekerja berat membuat Jalan Raya Sluis.
Hingga pada suatu ketika. tepat lonceng dibenteng Belanda Wyk
By Duurstede berbunyi 12 kali yang menandakan pukul 12 malam, sipir rumah
penjara itu Bp.Entjo yang berasal dari negeri Ihamahu membuka pintu
penjara dan menyuruh semua tahanan yang berasal dari negeri Rumahkay
untuk melarikan diri ke Ambon guna menuntut pengadilan yang lebih
tinggi. Kemudian orang-orang Rumahkay yang melarikan diri itu berperahu
kenegeri Ihamahu dan sekitarnya hingga tiba dinegeri Rumahkay.
Dari negeri Rumahkay mereka berperahu kenegeri Passo, lalu ke Ambon.
Setelah tiba di Ambon, mereka langsung melapor kepada Residen Maluku
dikantornya.
Berita ditahannya orang-orang negeri Rumahkay di Ambon,
terdengar oleh Raja negeri Rutong (Lopurisa Uritalai) yakni Bp.Jonas
Maspaitella. Kemudian beliau dan orang-orang negeri Rutong pergi ke Ambon
menemui rakyat Rumahkay yang ditahan Belanda.
Menurut
cerita .ada 2orang dari negeri Rumahkay yang diperbolehkan tinggal
dinegeri Rutong sampai selesai persidangan perkara mereka. Adapula
cerita bahwa kabar ditahannya orang Rumahkay kemungkinan disampaikan
oleh perantaraan Bp.Abraham Lawalata, yang saat itu ditahan karena
dituduh menjadi pemimpin sewaktu terjadi perselisihan antara negeri Rutong
dengan negeri Hutumuri mengenai batas daerah kedua negeri tersebut.
Selama rakyat Rumahkay ditahan di Ambon,
mereka dikirimi makanan oleh penduduk negeri Rutong berupa sagu
yang berasal dari dusun Hatoul-muring. Orang-orang yang berasal dari
keluarga Maspaitella dan Talahatu dikerahkan untuk menokok
(memukul) sagu untuk saudara-saudara dari Rumahkay yang ditahan
itu. Setelah penduduk Rumahkay yang ditahan dipenjara Ambon itu
dinyatakan bebas dari segala tuntutan, mereka segera pergi mengunjungi negeri
Rutong untuk mengucapkan terima kasihnya atas segala bantuan yang telah
diterimanya selama berada dalam tahanan di Ambon.
Saat dinegeri Rutong, barulah orang-orang negeri Rumahkay
mendengar hikayat (cerita) bahwa nenek moyang penduduk negeri Rutong
berasal dari negeri Rumahkay. Menurut cerita. Datuk atau moyang Kakerissa
dan Corputty (Matua Ruhu Corputty) dari negeri Rumahkay tiba
dinegeri Rutong pertama kali tahun 910 Masehi. Belakangan baru diketahui bukan Cuma Moyang
Corputty dan Kakerisa yang datang ke Rutong tetapi juga Moyang Atapary. jadi ada tiga moyang yang datang ke Rutong. ketiga moyang tersebut meninggalkan NUSA INA, Tanah
Para Datuk dan Lelurhur mereka bertiga. kepergian mereka ini untuk
selamanya dan takan pernah kembali dan kerinduan ketiga Moyang orang
sudara ini atas tanah kelahirannya terbayar kembali seiring dengan
ditemukan hubungan gandong AMALOPU sehingga anak cucu dari ketiga
moyang ini bisa datang ke tanah para leluhurnya untuk bertemu dengan
semua orang basudara di Rumahkay.
Setelah mengetahui adanya ikatan pertalian Dara antara kedua Negeri adi dengan kakak, maka hubungan gandong ini di resmikan pada tanggal 18 Maret 1941, oleh karenanya untuk mengenang dan mengingat akan tanggal peresmian ini maka Ritus panas Gandong AMALOPU selalu di laksanakan tiap 5 tahun pada tanggal 18 maret.
Setelah mengetahui adanya ikatan pertalian Dara antara kedua Negeri adi dengan kakak, maka hubungan gandong ini di resmikan pada tanggal 18 Maret 1941, oleh karenanya untuk mengenang dan mengingat akan tanggal peresmian ini maka Ritus panas Gandong AMALOPU selalu di laksanakan tiap 5 tahun pada tanggal 18 maret.
BEBERAPA RITUS PANAS GANDONG AMALOPU (AMAKELE-LOPURISA)
Panas Gandong merupakan
‘ritus adat’ antara dua negeri gandong, Rumahkay (Amakele Lorimalahitu) dan Rutong
(Loupurisa Uritalai) yang diselenggarakan tiap 5 tahun sekali, sesuai dengan
pengelompokkan Pata (Kelompok) Lima, sebagai persekutuan (liga) adat kedua
negeri.
Dalam tradisinya, kedua
negeri ini mengakui sekandung (kakak-adik), karena itu sapaan yang biasa
dikenakan kepada tiap anggota masyarakat adalah “gandong kaka” dan “gandong
ade”. Jadi tiap orang Rutong menyapa saudara gandongnya, harus diawali dengan
sebutan “gandong kaka…” baru menyebut namanya, sebaliknya juga demikian.
1. Panasa Gandong AMALOPU 1974
pohon Mange-mange Kulitlawang yang menjadi saksi bisu hubungan gandong AMALOPU
penyambutan di negeri rutong. Gandong ade gendong Gandong kaka. panas gandong AMALOPU 1974
Samua takumpul
dalam kain gandong yang melambangkan kedua negeri adalah orang basudara kandung (AMALOPU 1974)
Oma
– oma serta muda – mudi AMALOPU benryanyi sambil bergandengan tangan
Tari hula
– hula dari jujaro Rumahkay
Tari lengso dari perempuan Rutong
2.
Panas Gandong 1980
Ritus Panas Gandong tahun 1980, adalah
yang terakhir dalam kurun waktu 1980-an, beberapa kali perencanaan panas
gandong di tunda karena terkait beberapa hal diantaranya belum terbentuknya
pemerintahan dari sala satu atau ke dua negeri orang basudara, masalah keamanan
dan lain – lain.
anak-anak Rutong
Gambar ini adalah
gambar anak-anak SD Negeri Rutong yang sedang menanti kedatangan gandong kaka
di jalan depan sekolah, sambil mendendangkan lagu Penyambutan berjudul “Hidop
Gandong” Melodi & Syair diciptakan oleh Frans Pesulima:
Syairnya:
Dengan gembira kami sambut gandong eee
Ya lima tahun kita telah bercerai
sekarang kita kembali baku dapa
sio sungguh manis pri hidup gandong eee
Reef.
Gandong eeee (gandong eee)….gandong eeee
Mengarung laut sengsara badan eee
Si gandong (sio gandong)
Potong di kuku rasa di daging eee
Hidop ade kaka
Ya lima tahun kita telah bercerai
sekarang kita kembali baku dapa
sio sungguh manis pri hidup gandong eee
Reef.
Gandong eeee (gandong eee)….gandong eeee
Mengarung laut sengsara badan eee
Si gandong (sio gandong)
Potong di kuku rasa di daging eee
Hidop ade kaka
3.
Panas Gandong 1995
Panas gandong
1995 adalah yang terakir dari ritus panas gandong yang dilakukan oleh kedua
negeri basudara sampai sekarang. Hal ini disebabkan karena terjadi tragedi
kemanusiaan di Maluku pada 19 januari 1999 yang berlarut – larut sampai denngan
awal 2004. Selanjutnya rencana Panas gandong di tunda terus karena alsan belum
selesainya Pembangunan Gedung Gereja Baru Rumahkay yang begitu banyak memakan Dana dan tenaga, serta belum terbentuknya pemerintahan di
negeri gandong ade (Rutong)
Gereja baru Rumahkay yang sementara
dibangun
Moyang Corputty saat bertemu dengan Moyang Lessy
Gambar ini adalah prosesi adat dimana Moyang Corputty datang untuk bermusyawara dengan Moyang Lessy yang dilanjutkan
dengan jamuan makan sirih yang di kasi melalui ujung parang oleh moyang dari
kedua negeri (AMALOPU).
biar putus tanjong langgar lautan
tapi seng akan putus katong pung hubungan gandong
seng akan langgar sumpa Datuk-Datuk
potong di kuku rasa di daging
sagu salempeng di pata dua
ale rasa - beta rasa katong dua satu dara
su talalu manis lai e
hidup orang sudara
mari katong jaga akang bae-bae AMALOPU lebe bae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar